Topeng Bernama CSR


Ketika pertama kali dilakukan inventarisasi sekitar tahun 1960an, tercatat hutan di Indonesia luasnya mencapai kurang lebih 132 juta hektar. Jumlah yang merupakan separuh lebih dari luas Negara Indonesia. Namun seiring waktu dengan banyaknya eksploitasi sumberdaya hutan yang dilakukan hingga saat ini membuat luasan hutan menjadi jauh berkurang dibandingkan dulu. Penebangan liar (illegal logging), penebangan tegakan hutan alam secara besar-besaran di Kalimantan, alih fungsi lahan hutan menjadi perkebunan sawit di Sumatera, konversi dari hutan alam ke hutan tanaman di Jawa yang tidak berjalan sebagaimana mestinya, pembukaan lahan untuk pemukiman baru, dan berbagai sebab lainnya membuat ekosistem hutan menjadi tidak stabil dan akhirnya terjadi degradasi dan deforestasi. Luasannya menjadi jauh berkurang, daya dukungnya untuk menjaga ekosistem lingkungan sekitar otomatis akan turun drastis. Hingga pada tahun 2012 luas hutan Indonesia tinggal kurang lebih 99,6 juta hektar (Buku Statistik Kehutanan Indonesia Kemenhut 2011 yang dipublikasi pada bulan Juli 2012), angka yang sudah jauh menurun dari awal pertama inventarisasi.
Selain pemerintah, salah satu pihak yang seharusnya bertanggung jawab dalam hal ini adalah perusahaan pelaksana kegiatan pemanfaatan sumberdaya hutan yang ditunjuk. Pada beberapa kasus diatas, tanggungjawab kegiatan pemanfaatan sumberdaya hutan dilaksanakan oleh perusahaan-perusahaan yang diberi izin oleh pemerintah untuk memanfaatkan hasil hutan. Misalnya HPH (Hak Pengusahaan Hutan), perusahaan sawit, dan semacamnya. Dalam melaksanakan kegiatannya, salah satu kegiatan terpenting dan terbesar yang dilakukan adalah penebangan hutan. Berdasarkan fungsinya, yaitu memanfaatkan hasil hutan, maka titik beratnya adalah pemanfaatan hasil hutan, baik itu kayu maupun non kayu. Ketika ditebang maka tegakan hutan akan jauh berkurang, sedangkan sistem permudaannya meragukan.
Sebelum mendapatkan izin pemanfaatan hasil hutan, perusahaan terlebih dahulu harus melengkapi berbagai persyaratan yang harus dipenuhi agar diberikan izin. Salah satu hal yang harus dipenuhi tentunya adalah adanya bagian tanggung jawab lingkungan, yang biasanya disebut dengan CSR (Corporate Social Responsibility). Fungsi dari CSR ini salah satunya adalah melakukan permudaan dari lahan yang sebelumnya ditebang. Selain itu fungsi lainnya adalah tanggungjawab kepada masyarakat sekitar perusahaan, tanggungjawab lingkungan, dsb. Yang disoroti disini adalah tanggungjawabnya terhadap permudaan alam. Konsep yang sekarang diterapkan di Indonesia adalah tebang dengan permudaan buatan. Jadi setelah ditebang hutan harus dilakukan permudaan dengan penanaman benih atau bibit.
Sejauh ini fungsi dari CSR tersebut belum berjalan sesuai harapan, bahkan jauh dari harapan. Bukti konkretnya adalah luasan hutan Indonesia yang kian lama kian jauh berkurang tersebut. Jika setelah ditebang permudaannya berhasil, maka seharusnya luasan hutan akan tetap stabil, tidak akan turun apalagi sampai jauh drastis seperti angka diatas. Laju deforestasi hutan Indonesia mencapai 610.375,92 hektar per tahun (2011), tercatat sebagai tiga terbesar di dunia. Jika terus seperti ini bukan tidak mungkin hutan Indonesia akan benar-benar habis suatu saat nanti.
Pelaksanaan permudaan sebenarnya sudah dilakukan, namun hanya sebatas kegiatan untuk memenuhi kewajiban undang-undang agar terhindar dari sanksi.  Sebatas ritual agar kewajiban melakukan permudaan sudah dipenuhi. Bahkan ada perusahaan yang melakukan permudaan hanya di area garis luarnya saja, jadi dari luar seakan dilakukan permudaan yang sangat cantik, namun di bagian dalamnya kosong tidak ada benih, sehingga dari luar terkesan baik. Sungguh terlalu.
Keberadaan CSR adalah mutlak diperlukan dalam sebuah perusahaan, sebab salah satu bagian penting, yaitu tanggungjawab lingkungan berada pada bagian ini untuk menjaga kelestarian lingkungan hidup. Yang menjadi masalah adalah aplikasinya yang asal-asalan, hanya sebatas ritual untuk menghindari sanksi. Yang harus dibenahi dari hal ini adalah sistemnya, yaitu fungsi pengawasan dari pemerintah selaku pemberi izin agar lebih diintensifkan lagi. Fungsi pengawasan menjadi sangat penting untuk menghindari praktek-praktek curang CSR dari perusahaan-perusahaan tersebut. Fungsi penjagaan pemerintah bersama masyarakat tentunya menjadi bagian terpenting untuk menjaga hutan Indonesia agar tetap lestari.

Komentar