The Way to UGM: Keberuntungan yang Dibungkus Takdir Allah


Tidak selamanya meraih prestasi harus diimbangi dengan kompetensi. Kerja keras, usaha, dan doa mungkin memang perkara mutlak yang harus dilakukan. Namun lebih dari itu ada faktor X yang bisa mengantar seseorang masuk ke dalam lingkaran yang mungkin tidak diprediksi. Saya menyebutnya keberuntungan yang dibungkus takdir Allah. Termasuk cerita tentang bagaimana saya bisa kuliah di UGM ini.
Saat akan mendaftar, sebenarnya apa yang saya lakukan adalah illegal alias tidak diketahui pihak sekolah. Peraturan di SMA dulu seorang siswa maksimal mendaftar pada 1 perguruan tinggi negeri, ini untuk menghindari adanya blacklist. Jika siswa mendaftar di 2 PTN dan keduanya diterima otomatis salah satunya akan dilepas, dan PTN yang dilepas ini biasanya akan mem-blacklist sekolah. Dulu saya sudah mendaftar PMDK di UM (Universitas Negeri Malang), sehingga sudah tidak bisa mendaftar kemana-mana lagi. Namun saya berniat lain, yaitu secara sembunyi-sembunyi mendaftar UM UGM (Ujian Masuk Universitas Gadjah Mada) tanpa sepengetahuan pihak sekolah.
Ketika mendaftar yang terpikirkan dibenak saya hanya 2 jurusan dari 3 pilihan jurusan yang disediakan UM UGM. Jurusan itu adalah Farmasi dan Fisika, yang ketiga? Saya belum tahu. Orangtua juga mendukung apa yang saya lakukan. Sampai warnet tempat mendaftar, dan mengisi biodata, lalu masuk tahap pemilihan jurusan. Langsung saja saya entry Farmasi dan Fisika. Setelah itu saya bingung untuk pilihan jurusan ketiga akan diisi atau tidak. Saya berpikir cukup lama sambil saya otak-atik panel mouse, saya geser keatas dan kebawah. Cukup lama saya bingung akan mengisi apa, sampai akhirnya muncul 1 nama pilihan jurusan yang menurut saya keren, namanya TEKNOLOGI HASIL HUTAN. Spontan langsung saya klik, maka kolom pilihan jurusan ketiga pun terisi dengan teknologi hasil hutan secara TIDAK SENGAJA, dibawah farmasi dan fisika.
Dalam hati saya berkata, ‘saya hanya akan kuliah di UGM jika diterima di jurusan farmasi. Seandainya diterima di fisika, apalagi teknologi hasil hutan, maka akan saya lepas’.
Saya pertama kali menginjakkan kaki di Jogja adalah ketika verifikasi berkas. Saat itu saya menginap dirumah keluarga teman sekelas yang ada di daerah Pakem, Sleman. Verifikasi berkas itu dilakukan secara sembunyi-sembunyi bersama 3 teman saya, sebab apa yang kami lakukan sebenarnya melanggar peraturan sekolah. Kebanyakan sekolah lain verifikasi dilakukan secara kolektif melalui pihak sekolah. Dan saat verifikasi itulah saya membeli bekal untuk tes UM UGM nanti, yaitu contoh soal yang dijual banyak disekitaran GSP. Harganya 25ribu, dan hanya itulah bekal utama saya untuk menghadapi tes UM UGM. Saya berlatih mengerjakan soal, trik-trik mengerjakan soal hanya dari situ. Sangat sederhana jika dibandingkan dengan anak-anak lain yang mengikuti bimbingan belajar, atau malah mengikuti bimbingan intensif UM UGM.
5 April 2009, di gedung FMIPA sayap selatan, depan kopma UGM  saya melaksanakan ujian tulis UM UGM. Ujian dimulai pukul 07.30, sedangkan saya tiba di lokasi jam 07.55. saya merupakan orang kedua terakhir yang datang saat itu. Ujian sudah dimulai 25 menit sebelumnya, sedangkan saya baru saja menampakkan batang hidung diruangan tersebut. Dengan tergopoh-gopoh segera saya menuju tempat duduk, melepas jaket, mengeluarkan alat tulis, berdoa, dan memulai mengerjakan soal. Saya lupa urutan tipe soalnya. Yang jelas ada 3 tipe soal, yaitu ilmu pengetahuan dasar, ilmu pengetahuan ipa, dan tes potensi akademik.
Untuk TPA saya kerjakan dengan lancar, hampir seluruh soal saya isi. Untuk soal IPD cukup lumayan, bahasa Indonesia tergolong lancar, matematika dasar lumayan, sedangkan bahasa inggris menyedihkan. Sedangkan untuk soal IPA nasib saya cukup tragis. Dari total 100 soal dimana masing-masing 25 soal untuk matematika, fisika, kimia, dan biologi semuanya membuat klenger. Kalau tidak salah, matematika hanya saya kerjakan 4 soal, fisika 4 soal, kimia cukup lumayan sekitar 7 atau 8 soal, biologi yang paling lumayan sekitar 10 soal. Hitungannya, dari total 100 soal IPA hanya saya kerjakan seperempatnya saja, hanya 25% saja. Menyedihkan. Sampai-sampai saya tidur ketika mengerjakan soal itu saking tidak bisanya. Waktu mengerjakan soal 2 jam, sedangkan hanya 25 soal yang saya kerjakan, tak pelak saya mengantuk dan tertidur dikelas saat mengerjakan soal ujian itu.
Selepas ujian saya langsung pesimis, sebab dengan hasil kinerja ujian tadi rasanya tidak mungkin saya diterima di farmasi. Passing gradenya 45, untuk ukuran hasil kerja ujian saya tadi rasanya memang tidak mungkin. Saat perjalanan pulang sampai kepikiran ‘ini adalah perjalanan terakhir saya ke Jogja, capek soalnya jauh 8 jam. Gak bakalan saya balik kesini lagi, saya mau kuliah di Malang!’. Memang mayoritas teman-teman SMA lebih memilih kuliah di Surabaya atau Malang sehingga saya merasa kesepian seandainya jadi kuliah di Jogja nanti.
Rentang waktu antara ujian tulis dengan pengumumannya memang cukup lama yaitu 20 hari. Ujian dilaksanakan tanggal 5 April 2009, sedangkan pengumumannya baru 25 April 2009. Mungkin semua calon mahasiswa menunggu, sangat menunggu-nunggu hari itu. Tapi entah mengapa saya merasa biasa saja.
Pagi itu, 25 April 2009, sabtu pagi setelah menempuh ujian nasional selama senin sampai jumat, saya berangkat ke sekolah hanya ingin main-main, sekedar gojekan sama teman sekelas. Pagi itu saat bertemu ketiga teman saya langsung bertanya, “piye riz diterimo neng ugm gak?”, saya jawab belum tahu karena memang saya belum membuka pengumuman. Ketiga teman saya sudah melihat pengumuman dan semuanya tidak diterima. Tentu saya semakin pesimis, saya yakin tidak akan diterima. Terlebih karena 2 diantara ketiga teman itu ikut bimbingan belajar, sedangkan saya tidak. Sehingga semakin yakin kalau saya pasti tidak diterima.
Saya keluarkan selembar kertas dari dalam tas, kartu pendaftaran UM UGM atas nama Rohmatus Rizqy Kisna Yunanta lengkap dengan nomor pesertanya. Kertas itu saya serahkan ke teman sekelas saya untuk meminta tolong agar membuka pengumuman. Saya ingat, pengumuman itu dibuka lewat hp Nokia N70 milik teman sekelas saya. Nomor peserta dimasukkan, dan, enter. Muncul tulisan, ‘SELAMAT, ANDA DITERIMA DI UNIVERSITAS GADJAH MADA’. Sontak saya kaget dan langsung merebut hp itu. Saya berdoa dan berdoa, semoga tulisan dibawahnya berbunyi ‘DI JURUSAN FARMASI’. Saya berdoa sekenanya, benar-benar berharap agar diterima di farmasi. Kemudian saya geser kebawah, alangkah kecewanya sebab tulisan yang tertera berbunyi ‘DI FAKULTAS KEHUTANAN, JURUSAN TEKNOLOGI HASIL HUTAN’. Bangga campur kecewa. Seketika itu juga kabar bahwa saya diterima di UGM langsung menyebar di sekolah sampai di telinga guru BK. Bukannya dimarahi tapi justru saya diberi selamat. Padahal apa yang saya lakukan dengan mendaftar di UGM sebenarnya melanggar peraturan sekolah. Tapi ya untung saja lah.
Seperti keyakinan saya tadi, mungkin jurusan ini akan saya lepas karena memang tidak sesuai dengan minat. Sebenarnya juga merasa gengsi, sebab nama kehutanan tentunya tidak populer, tidak seterkenal farmasi, kedokteran, teknik, dan jurusan favorit lainnya. Siapa yang tau jika ada jurusan yang namanya kehutanan? Ketika pulang kerumah langsung memberitahu orangtua saya, dan saya ingat sekali, jawaban ayah saya waktu itu adalah ”jurusan kuwi gak cocok karo karaktermu”. Dari dalam diri saya sudah tidak ada keyakinan, ditambah lagi dengan respon orangtua yang seperti itu, semakin membuat saya galau segalau-galaunya apakah jurusan ini akan saya ambil atau tidak.
Berhari-hari saya berpikir sembari meminta saran dari teman, guru-guru, serta anggota keluarga yang lain. Ternyata semuanya mendukung saya untuk tetap mengambil jurusan Teknologi Hasil Hutan itu. Alasannya rata-rata sama, UGM itu salah satu universitas terbaik di Indonesia, goblok banget kalo sampe gak diambil. Dari ini saya baru tau kalau UGM ternyata salah satu universitas terbaik di Indonesia, sumpah baru tau sekarang ini. Dari dulu ketika ditanya orangtua ingin kuliah dimana? Tanpa alasan yang jelas selalu saya jawab “UGM”. Saya benar-benar tidak tau ternyata UGM adalah salah satu universitas terkemuka di Indonesia. Saat saya searching waktu itu memang UGM di peringkat 3 universitas terbaik di Indonesia versi salah satu lembaga survey dunia, tapi saya lupa namanya.
Ketika saya memutuskan akan mengambil jurusan ini sebenarnya registrasi untuk jatah Fakultas Kehutanan sudah lewat, akhirnya saya registrasi di hari terakhir. Sepengetahuan saya selama kuliah, biasanya registrasi hari terakhir dibuat untuk jaga-jaga seandainya ada calon mahasiswa dari semua jurusan yang tidak sempat registrasi pada hari yang telah ditentukan. Saya datang ke Jogja sendirian untuk melakukan registrasi, dengan akomodasi dan penginapan difasilitasi IMAGO. Masalah belum selesai sampai disitu.
Saat akan melakukan registrasi orangtua saya tidak ada uang, sebab pada awalnya memang jurusan ini kemungkinan tidak saya ambil. Namun waktu berkata lain. Untuk mengatasi hal ini kemudian saya bertanya pada mahasiswa-mahasiswa yang membuka stand di GSP. Dan Alhamdulillah ada solusi, saat itu saya difasilitasi oleh mahasiswa dari BEM KM UGM untuk langsung menghadap rektorat bahwa saya sedang tidak ada uang, maksudnya mau mencari keringanan. Dan ketika saya menghadap rektorat ternyata permintaan saya dikabulkan, SPMA (uang gedung) dapat dicicil sampai 4 kali, sehingga beban uang yang harus ditanggung saat pertama daftar menjadi lebih ringan. Dan jumlah itu dapat diatasi orangtua saya. Maka resmilah saya menjadi mahasiswa UGM.
Bagi saya ini semua unik, keberuntungan, dan mungkin serba kebetulan. Dari pemilihan jurusan, saat ujian, keputusan akan diambil atau tidak, sampai registrasi seperti semuanya serba keberuntungan, atau mungkin sudah digariskan oleh yang diatas sana. Saya percaya bahwa takdir itu nyata, dan saya meyakini bahwa apa yang terjadi pada diri saya ini semata karena takdir, Allah sudah berkehendak bahwa saya harus kuliah di Teknologi Hasil Hutan UGM. Jika sudah digariskan apa yang bisa kita perbuat? Alhamdulillah, semua sudah ada yang mengatur.

Komentar

  1. Jangan sampek KTM nya di tempelkan di batuk sampai di bawa kemana mana hehehhe

    BalasHapus
    Balasan
    1. Gak bakal se-edan kuwi kok mas. iki mung sekedar shering wae nek sekabehane wes ono sing ngatur, hehe

      Hapus
  2. ya.. nggak jauh beda deh ky soal pemilihan jurusan.. aku jg bingung,, dan thh juga bukan ekspektasi awalku ,,hhe

    BalasHapus
    Balasan
    1. mayoritas mungkin sama, thh bukan skala prioritas. malah ada beberapa yg gak sreg. awalnya sih mungkin iya ri, tapi seiring waktu semuanya berbeda.. sekarang malah jatuh cinta sama thh :)

      Hapus
  3. kak,itu berarti diterima di utul pilihan 3 ya?
    Aku pejuang utul 18 kak, dan setelah tes utul ini baru denger rumor beredar kalo utul hanya melihat pilihan pertama. jadinya takut

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hai sanmila. Iya nih sama aku bru baca trnyata ada rumor pilihan pertama doang.gmn ya :(

      Hapus
    2. Mohon maaf baru merespon, sudah lama terbengkalai ini blognya, hehe
      Iya saya dulu diterima di pilihan ke-3. Untuk sekarang kurang tau juga gimana aturan terbarunya, tapi kalau tidak berubah ya harusnya sama dengan jaman saya dulu.
      Dan logikanya, kalau saat pendaftaran diberikan kesempatan memilih 3 pilihan jurusan, harusnya kalau diterima di pilihan berapapun itu harusnya tetap dinyatakan diterima.
      Semoga sukses ya untuk ujiannya!

      Hapus

Posting Komentar