Musim 2012/2013 boleh dibilang
menjadi musim yang suram bagi AC Milan. Klub besar peraih trofi 18 kali
scudetto dan 7 kali juara Liga Champions itu harus terseok-seok karena masa
transisi menjadi ‘Milan yang Baru’, begitu orang menyebutnya. Sempat
terseok-seok di awal musim dengan mengalami 8 kekalahan dalam setengah paruh
pertama musim membuat mental para serdadu merah hitam diujung tanduk. Klub yang
diarsiteki oleh Massimiliano Allegri itu hampir saja colaps, terpuruk di urutan
16 klasemen. Alasannya jelas, melepas para pemain kelas wahid dengan dalih
peremajaan skuad serta menyeimbangkan keuangan tim yang terancam kebangkrutan.
Memang santer diberitakan bahwa Milan diambang kebangkrutan karena manajemen
keuangan yang amburadul.
Diakhir musim kompetisi 2011/2012
Milan melepas para pemain kuncinya. Thiago Silva yang merupakan komandan di
sisi pertahanan serta Zlatan Ibrahimovic yang merupakan poros di lini depan
dilepas ke PSG karena iming-iming harga selangit. Keduanya dibanderol dalam
satu paket transfer dengan harga 64 juta euro, harga yang membuat Milan tak
kuasa menolak. Sementara para pemain senior macam Alessandro Nesta, Filippo
Inzaghi, Clarence Seedorf, Rhino Gattuso, Mark Van Bommel, Antonio Cassano
serta para pemain udzur lainnya dilepas untuk peremajaan skuad, kebijakan yang
sebenarnya saya sepakat. Namun akibatnya keseimbangan tim hilang. Pemain-pemain
kunci yang dulunya menjadi poros tim hilang dan tidak ada sosok pengganti yang
pas. Praktis hanya tinggal Massimo Ambrosini dan Christian Abbiati yang bisa
menjadi mentor bagi para punggawa baru lainnya.
Tercatat beberapa pemain muda
diboyong ke Milanello. Riccardo Montolivo, Giampolo Pazzini, Nigel De Jong,
Gabriel, Bojan Krkic, Cristian Zapatta, Mbaye Niang, Kevin Constant diboyong
dengan total harga tak lebih dari 20 juta euro. Ajaib. Mereka dipromosikan naik
ke tim utama bersama kehadiran youngster lainnya macam Stephan El Shaarawy dan
Mattia De Sciglio. Saya sempat ragu dengan nasib tim ini, terlebih dengan
pemain yang direkrut merupakan pemain muda, belum punya pengalaman serta mental
yang masih labil. Sebuah proyek besar menuju ‘Milan yang Baru’.
Diawal musim 2012/2013 Milan
menjadi tim linglung yang seakan tidak tahu bagaimana cara bermain sepakbola.
Cara mainnya lembek, mengoper bola kesana-kemari tanpa pola yang jelas. Gaya
mainnya pun tak terlihat. Di kandang sendiri ditaklukkan oleh tim semenjana
Sampdoria 0-1 serta dipermalukan oleh Atalanta dengan skor yang sama. Tidak
sampai disitu, langkahnya di babak penyisihan Liga Champions pun terseok-seok
ditengah hadangan Zenit, Malaga, dan Anderlecht. Sampai pertengahan paruh musim
Milan mengalami 8 kali kekalahan. Mereka terjerembab ke urutan belasan,
posisinya yang seharusnya sama sekali bukan habitat klub sekelas AC Milan.
Posisi sang arsitek di ujung tanduk, mental para punggawa menjadi kacau. Belum
lagi ditambah dengan cederanya Alexandre Pato dan Nigel De Jong.
Namun dengan seruntutan masalah
yang melanda, awan hitam yang menaungi San Siro seakan mulai menjauh. Diawali
kemenangan atas Juventus 1-0 dan membantai Chievo 5-1 mental skuad seakan telah
pulih. Mental Milan yang sesungguhnya. Pertandingan demi pertandingan diraih
dengan hasil positif. Pelan-pelan mereka mulai merangkak ke papan tengah jauh
meninggalkan zona merah. Sang Arsitek pun mulai bisa tersenyum dengan pemain
mudanya. Stephan El Shaarawy sempat menjadi top skor, De Sciglio mulai matang,
serta pola permainan tim sudah terlihat pakemnya dengan skema 4-3-3. Dari
pertengahan musim inilah awal kebangkitan Sang Setan Merah Italia, Il Diavolo
Rosso.
Dengan kemenangan 3-2 dikandang
Zenit meloloskan Milan ke babak 16 besar Liga Champions. Meskipun kemudian
bertemu lawan yang sangat tidak diharapkan, Barcelona. Milan sempat tampil
sempurna mengalahkan Barca 2-0 di San Siro. Namun performa itu tak berlanjut di
pertemuan kedua, kualitas permainan jauh menurun, stabilitas tim menguap entah
kemana, determinasi pun seakan hilang dihantam kengerian publik Camp Nou. Milan
pun pulang dengan kepala tertunduk setelah dilibas 4-0. Tersingkir dari Liga
Champions. Namun bagi saya itu semua sudah luar biasa, bisa mengalahkan
Barcelona 2-0 tentu saja merupakan perkembangan besar melihat skuad yang
mayoritas diisi pemain muda.
Sementara putaran kedua Serie A
penampilan Milan seakan tak terbendung dengan hanya menderita sekali kekalahan
dari Juventus. Milan yang sebelumnya dicemooh, diremehkan, tidak dianggap lagi
sebagai setan merah Italia itu kembali pada jalurnya, kembali pada habitatnya.
Dengan kehadiran Mario Balotelli, ketajaman Giampaolo Pazzini, cemerlangnya
mutiara baru keturunan Mesir Stephan El Shaarawy, sang penjaga gawang yang
seakan lahir kembali Christian Abbiati, serta munculnya pemimpin baru tim dalam
diri Riccardo Montolivo, Il Rossonerri akhirnya finis di urutan 3 Serie A.
Lolos kualifikasi Liga Champions dan mematahkan semua prediksi. Skenario itu
tercapai: Milan yang Baru telah lahir.
Youngster-youngster potensial
diatas tentu butuh waktu untuk berkembang. Mereka butuh jam terbang yang cukup
serta bimbingan dari para senior untuk matang. Harapan tertumpu pada Mario
Balotelli, Stephan El Shaarawy, Mattia De Sciglio, Mbaye Niang, Bojan, dan
lainnya. Mampukah mereka menjawabnya dibawah besutan sang Allenatore
Massimiliano Allegri? Hanya waktu yang bisa menjawab. Semoga Milan dapat
berbicara banyak musim depan dan meraih trofi.
FORZA MILAN!!!
Komentar
Posting Komentar