Trip To Mahameru: Pesona Tanah Tertinggi Jawa

Semenjak pertama kali merasakan naik gunung, semenjak saat itulah mulai bergejolak keinginan dalam diri saya untuk mencapai tempat sakral itu. Puncak abadi para dewa, tanah tertinggi Jawa, begitu orang menyebutnya. Keinginan itu semakin membuncah meracuni pikiran setelah menonton film 5 Cm. Ya benar, tak lain tak bukan dialah Mahameru.
Selasa malam 2 Juli 2013 saya berangkat dari Jogja bersama 3 teman saya, Yogi, Farras, dan Fian. Kami naik bus Rosalia Indah jurusan Terminal Arjosari Malang dengan tiket Rp. 100.000,- karena kelas eksekutif. Rabu pagi 3 juli pukul 06.00 kami sampai di Arjosari Malang. Sembari menunggu rekan dari Malang kami bersantai sejenak sembari menikmati segelas teh hangat. Setengah jam kemudian sampailah 2 rekan kami dari Malang, Ade dan Fuad. Selepas itu kami langsung menaiki angkot TA jurusan Tumpang dengan ongkos Rp. 8.000,-. Sekitar 1 jam perjalanan kami sampai di Tumpang, tempat dimana biasanya jeep menunggu para pendaki untuk menuju basecamp Ranu Pane. Setelah sekitar 1 jam menunggu bersama pendaki lain sampai kapasitasnya penuh 15 penumpang maka berangkat lah jeep tersebut. Biaya jeep dipukul rata Rp. 35.000,- per orang. 2 jam perjalanan melewati jalan yang ekstrim memacu adrenalin dengan samping kanan kiri langsung berhadapan dengan bibir jurang, hingga sampailah kami di basecamp Ranu Pane.
Kami klimatisasi sejenak, mengisi perut, mengurus perijinan, dan sholat. Setelah semua beres sekitar pukul 13.00 siang itu kami mulai mendaki menuju Ranu Kumbolo. Bismillah.


Kurang lebih 10 menit berjalan kaki kami menemui gerbang selamat datang pendaki Gunung Semeru.

Seperti biasa pemandangan di kebanyakan gunung, diawal pendakian pemandangan yang ditemui adalah perladangan penduduk. Jalan tanah setapak agak menanjak menyambut awal pendakian kami. Selepas jalan menanjak tersebut kami berhenti sejenak untuk adaptasi tubuh. Kemudian perladangan mulai menghilang dan berganti vegetasi lebat. Jalan berubah dari tanah menjadi jalan paving. Hutan cemara lebat dengan struktur vegetasi yang masih dalam keadaan klimaks menjadi pemandangan yang sama selama kami berjalan. Pos I, Pos II, Watu Rejeng, dan Pos III dilalui dengan lancar tanpa halangan yang berarti. Pemandangan masih sama yaitu hutan cemara lebat dengan struktur vegetasi klimaks. Selepas Pos III barulah mulai terasa beratnya. Hujan lumayan lebat melanda dengan track basah yang sangat licin. Terlebih waktu itu sandal gunung saya copot sehingga harus nyeker. Beberapa kali saya terjatuh sampai sempat begulung-gulung tergelincir jatuh, untung saja tidak sampai jurang. Track menjadi sangat berat sebab basah dan licin, selain itu hujan juga membuat kami tidak fokus. Waktu saat itu sudah menunjukkan pukul 17.00. setelah lama menanti harap harap cemas, layaknya menemukan oase ditengah gurun pasir, Ranu Kumbolo muncul dari celah perbukitan. Subhanallah indahnya…
Kami masih harus berjalan memutar bukit untuk sampai tempat mendirikan camp. Sekitar 1 jam kami berputar dengan keadaan sudah gelap gulita sebab datangnya malam, sekitar pukul 18.00 sampailah kami di Ranu Kumbolo. Kami langsung mendirikan tenda dan nge-camp. Secara keseluruhan track dari Ranu Pane menuju Ranu Kumbolo relatif landai dengan sesekali menanjak sekitar 4-5 jam perjalanan. Setelah tenda berdiri seperti biasa kami langsung bersih-bersih, makan, sholat, dan tidur. Esok pagi menanti untuk perjalanan ke Kalimati.




Sunrise di Ranu Kumbolo… :)



Pukul 09.30 kamis pagi kami melanjutkan perjalanan untuk menuju camp berikutnya di Kalimati. Cuaca saat itu cukup baik, sangat-sangat cerah bersahabat. Rintangan pertama yang kami hadapi adalah tanjakan cinta. Track sangat menanjak, sekitar 15 menit kami lalui. Dan setelah itu, Oro-oro ombo menyambut dengan indahnya. Pemandangan yang bagi saya sangat luar biasa. Padang savanna ditumbuhi lavender, dibawah apitan bukit, angin sepoi membuat udara sejuk dengan background mahameru yang bersembunyi malu. Sebuah perpaduan tanah surga yang tak terkira indahnya. Elok sangat… :)



Selepas melewati oro-oro ombo sekitar 20 menit kami sampai di Cemoro Kandang. Sebuah tanah lapang kecil dibawah naungan cemara gunung (Casuarina Junghuhniana), biasanya merupakan tempat favorit para pendaki untuk beristirahat sejenak melepas lelah, minum, dan tentu saja menikmati indahnya oro-oro ombo.

Setelah Cemoro Kandang track mulai menanjak. Sekitar 1,5 jam lamanya track masih menanjak cukup berat. Setelah 1,5 jam berjalan sampailah kami di pos Jambangan, pos ini merupakan tanah lapang cukup rindang, tepat sebelum Kalimati. Tanpa berlama-lama kami melanjutkan perjalanan untuk menghemat waktu. Track dari jambangan ke Kalimati sangat landai bahkan beberapa kali menemui turunan. Setengah jam berjalan sampailah kami di Pos Kalimati.





Namun setelah berdiskusi dengan rekan-rekan tim saya, kami memutuskan untuk ngecamp di Arcopodo. Pertimbangannya adalah lebih dekat ke puncak, sehingga saat summit attack esok hari dirasa akan lebih ringan. Arcopodo adalah pos terakhir yang bisa dipakai untuk mendirikan camp sebelum puncak karena masih dibawah naungan vegetasi. Akhirnya kami melanjutkan perjalanan untuk menuju Arcopodo. Selepas Kalimati kami menemui tanjakan maut, tanjakan yang cukup berat.
1,5 jam perjalanan dari Kalimati melewati ‘tanjakan maut’ yang sangat berat, sampailah kami di Arcopodo. Di tempat ini dapat untuk mendirikan kurang lebih 10 tenda. Waktu saat itu menunjukkan pukul 14.30. Kami beristirahat sejenak dan langsung mendirikan tenda. Tanpa berlama-lama setelah camp berdiri dan semuanya beres kami langsung beristirahat untuk persiapan summit attack esok pagi. Perjalanan dari Ranu Kumbolo sampai Arcopodo kurang lebih 5 jam perjalanan.



Jum’at dini hari pukul 01.30 dini hari kami bersiap untuk summit attack. Kupluk penutup kepala, masker, baju lapis 4, sarung tangan, celana, kaos kaki rangkap 2, dan sepatu, plus headlamp menjadi pertahanan tubuh saya. Dinginnya malam dengan angin kencang dan kawasan puncak tanpa vegetasi saya yakini akan menghadirkan suhu ekstrim yang luar biasa. Setelah semua siap, kami berdoa terlebih dahulu memohon keselamatan marang sing ngecat lombok agar selamat sampai puncak. Dan perjalanan yang sesungguhnya pun dimulai.
Track yang kami lalui masih sama dengan tanjakan maut, yaitu tanjakan berat masih dibawah naungan vegetasi cemara. Setelah 20 menit kami berjalan sampailah kami di perbatasan vegetasi. Apa yang saya perkirakan benar, dimulai dari sini suhu sudah sangat dingin ditambah angin kencang dibawah gelapnya malam. Seluruhnya saya pasrahkan pada yang maha kuasa. Kami berhenti cukup lama untuk menyiapkan mental menghadapi bukit pasir. Begitu dingin, sunyi, sepi, tinggi, membuat siapapun akan menciut nyalinya.
Pukul 02.30 kami melanjutkan perjalanan menuju puncak mahameru. Hawa sangat sangat sangat dingin menusuk tulang, baju rangkap 4 tembus. Angin kencang membuat pasir beterbangan bak badai pasir. Penglihatan semakin kacau sebab dibawah gelapnya malam ditambah terjangan badai pasir. Disini saya benar-benar memasrahkan diri saya akan seperti apa nantinya. Tapi dengan kesungguhan tekad untuk mencapai tanah tertinggi Jawa itu, saya mampu mengalahkan rasa takut, gentar, dan segala keraguan yang ada dalam benak saya.
Bukit pasir kami lalui dengan merangkak. +2 -1, maju 2 langkah mundur 1 langkah. Disini saya menemui beberapa pendaki yang hipotermia. Bahkan ada beberapa yang menyerah sebelum mencapai puncak karena dikalahkan oleh situasi. Namun apapun yang terjadi saya harus sampai puncak mahameru, tekad saya sudah bulat sebulat telur ceplok.
Sudah sekitar 2 jam saya merangkak melewati bukit pasir, suasana fajar mulai terasa. Langit yang sebelumnya gelap hitam pekat mulai dihiasi dengan merahnya fajar di ufuk timur. Waktu menunjukkan pukul 04.30. Dan, puncak mulai terlihat dihadapan mata saya. Rasa lelah frustasi yang menjamur sedari tadi mulai menghilang dan digantikan rasa optimis untuk mencapai mahameru. Seakan mendapat suntikan semangat baru yang entah darimana datangnya, langkah kaki saya menjadi lebih cepat, bahkan rekan-rekan tim saya yang tadinya berada didepan menjadi jauh dibelakang saya.
Dan, akhirnya, Jum’at 5 Juli 2013 pukul 05.30 pagi saya berhasil menginjakkan kaki di tempat sakral itu, atap Pulau Jawa, tempat dimana mendiang simbah Soe Hok Gie menghembuskan nafas terakhirnya. Puncak abadi para dewa, tanah tertinggi Jawa, PUNCAK MAHAMERU!






Suasana di puncak saat itu sangat dingin, angin kencang menampar-nampar wajah, menusuk-nusuk tubuh sampai terasa perih, dan suhu minus 6˚ Celcius. Akhirnya perjalanan melelahkan ini sampai pada tujuannya. Segala rasa penat, lelah, frustasi, bimbang, kegalauan, harapan, dan angan pun tercapai. Alhamdulillah Mahameru membayar semuanya… :)


Benar kata Donny Dhirgantoro, diperlukan lapisan tekad yang seribu kali lebih keras dari baja untuk bisa menginjakkan kaki di tanah tertinggi di Pulau Jawa ini.
Setelah berada di puncak kurang lebih 1 jam kami memutuskan untuk turun kembali ke camp arcopodo, sebab dengan angin jahat dan suhu minus 6˚ Celcius membuat kami tidak bisa bertahan lama. Pukul 07.30 pagi kami sampai di camp arcopodo. Setelah beristirahat sejenak kami langsung bergegas turun, langsung menuju basecamp Ranu Pane untuk istirahat disana nantinya. Dan akhirnya tepat ketika adzan maghrib kami sampai di Ranu Pane.
Berbeda dengan pengalaman pendakian saya selama ini, di Semeru suasana jauh lebih ramai dan pendakinya pun dari berbagai penjuru negeri ini. Selain sekitaran Malang Raya, banyak pendaki dari penjuru negeri yang saya temui, dari Jakarta, Tangerang, Bandung, Semarang, Jogja, sampai Medan. Bahkan banyak pula pendaki dari luar negeri. Begitu mahsyurnya nama mahameru di mata dunia. Mungkin karena nama besar tanah tertinggi Jawa, kemahsyuran legendanya, keindahan alamnya, Ranu Kumbolonya, karena Soe Hok Gie, atau bahkan karena efek 5 cm. Apapun itu yang pasti mahameru menyimpan sejuta keindahan yang sayang jika dilewatkan.
Tuhan, terima kasih atas segala anugerah ini… :)

Alam Indonesia memang tiada duanya… :)
Tanah air ku tidak kulupakan
Kan terkenang selama hidupku
Biarpun saya pergi jauh
Tidakkan hilang dari kalbu
Tanah ku yang kucintai
Engkau kuhargai
Walaupun banyak negeri kujalani
yang mahsyur permai di kata orang
Tetapi kampung dan rumahku
Disanalah ku rasa senang
Tanah ku tak kulupakan
Engkau kubanggakan
Tanah air ku tidak kulupakan
Kan terkenang selama hidupku
Biarpun saya pergi jauh
Tidakkan hilang dari kalbu
Tanah ku yang kucintai
Engkau kuhargai
(Tanah Airku - Ibu Sud)

Komentar

  1. Amazing...
    Sepurane g iso melu...

    BalasHapus
    Balasan
    1. Mantab jaya mas dab. sayang banget awakmu gak iso melu..
      kapan-kapan sempetne mrono, recomended banget pokoke :D

      Hapus
  2. Kren broooooo koyok neng film2......

    BalasHapus
    Balasan
    1. hahaha, mantab mas. ayo kapan kapan ndang dolan mrono :D

      Hapus
  3. insyaallah tahun ini gan
    basecamp-83.blpgspot.com

    BalasHapus
    Balasan
    1. Mantab bang bro, semoga sukses sampe puncak (y)

      Hapus

Posting Komentar