Persibo, Nasibmu Kini

Siapa yang tak kenal the giant killer, sebutan yang sudah sangat identik dengan serdadu berbaju oranye dengan supporter fanatiknya yang selalu menggetarkan Stadion Letjen Soedirman. Barisan rapi, nyanyian nyaring, dan koreografi nan atraktif Boromania tak lelah membakar semangat juang pemain dari samping lapangan. Serdadu dengan warna kebesaran oranye dengan nama-nama tenar macam Samsul Arif, Novan Setya Sasongko, Aries Tuansyah, Iswandi Da’I, Varney Pas Boakay, Mohammad Irfan sang densus 88, ataupun Abel Ciellow itu begitu dicintai supporternya. Siapa yang tak kenal Laskar Angling Dharma, ibarat titisan Prabu Angling Dharma, segala musuh dapat diluluhlantakkan dengan kesaktiannya.
Siapa yang tak kenal Persibo, klub kecil dari kota antah berantah yang berhasil memecah hegemoni sepakbola nasional dengan penampilannya yang meledak-ledak. Bagaimana tidak, klub macam Persik Kediri dan Pelita Jaya yang notabenenya berada di kasta yang lebih tinggi dijungkalkan dengan heroiknya di ajang Coppa Indonesia. Pada 2010, tim antah berantah itu kembali meledak-ledak nan heroik berhasil menjuarai Divisi Utama Liga Indonesia dan promosi ke kasta tertinggi sepakbola Indonesia, ISL. Puncaknya, pada 2012 trofi Piala Indonesia berhasil direngkuh, trofi besar pertama bagi tim kebanggaan masyarakat kota ledre.
Namun, Persibo, klub yang sudah kucintai sejak berseragam merah hati, klub yang telah kucintai semenjak ingus masih meleleh di ujung hidungku, nasibmu kini..
Kian lama kian sayup-sayup namamu. The giant killer kini tak lagi terdengar aumannya. Bagai seorang pesakitan yang menanti ajal, namamu seakan hanya menunggu waktu untuk rampal. Dan kini, kau benar-benar telah mati.

Entah bisa disebut kesalahan atau bukan, keputusan untuk menyeberang ke Indonesian Premier League tahun 2011 seakan menjadi asbab musyabab hancurnya Persibo. Sejak saat itu masalah seakan menjadi teman setia yang menggerogoti tubuh gagah sang pembunuh raksasa. Persibo menjadi tim penuh masalah yang seakan tak ada ujung solusinya.
Berdasarkan analisis saya, setidaknya ada dua penyebab hancurnya Persibo saat ini.
Yang pertama, ‘dosa besar’ pada pengurus PSSI karena membangkang dan menyeberang ke IPL. Saat itu IPL bisa dibilang sebagai liga tandingan ISL. Tentu kita semua sudah tahu bahwa induk organisasi sepakbola negara kita memang sarat dengan kepentingan politik. Saat berkibarnya IPL, ada 2 gerbong besar dengan kepentingan masing-masing yang berusaha untuk mengambil alih tahta PSSI. Pihak pertama tentu saja pengurus PSSI saat itu, dan pihak kedua adalah inisiator alias ‘Bapak’ IPL yang sekaligus menjadi konsorsium liga. Dengan bergabungnya ke IPL maka sudah barang tentu Persibo menjadi anak didik pihak kedua. Setahun kemudian justru IPL yang menjadi liga yang diakui PSSI karena gerbong pihak kedua berhasil mengambil alih PSSI, nasib Persibo aman. Namun seiring berjalannya waktu segalanya berubah dan kembali pada keadaan semula. Gerbong pengurus PSSI lama yang terkudeta dengan strategi iblis dan keculasannya berhasil kembali mengambil alih PSSI. Dari sinilah awal mula kehancuran Persibo. Dikerjai habis-habisan di ajang AFC, di stop sumber dananya sampai colaps, dirusak tubuhnya dari dalam, sampai dibuat benar-benar mati. Karena dosa besarnya membangkang PSSI itulah yang membuat Persibo kini hancur lebur tak bersisa, dibunuh oleh PSSI.
Kedua, peran Pemerintah Kabupaten Bojonegoro yang terkesan acuh akan masalah yang mendera Persibo. Memang ketika menyeberang ke IPL Persibo sudah memproklamirkan diri menjadi klub mandiri yang tidak lagi menggantungkan diri ke APBD. Atau dengan kata lain sudah berusaha melepaskan diri dari campur tangan pemerintah untuk belajar menjadi klub profesional. Namun hal itu tidak berarti pemkab bisa lepas tangan atas kondisi Persibo saat ini. Ibarat seorang bayi yang baru belajar berdiri, seperti itulah keadaan Persibo. Klub ini baru tahap belajar untuk menjadi profesional. Ketika masalah datang bertubi-tubi seperti saat ini maka pemkab seyogyanya menjadi pihak yang bertanggungjawab. Bagaimanapun pemkab adalah pengayom bagi rakyat Bojonegoro, bertanggungjawab atas segala hal, tak terkecuali Persibo. Apalagi dengan kenyataan yang tak bisa dibantah bahwa matinya Persibo saat ini tak lain tak bukan adalah perbuatan PSSI. Sebesar apapun masalah, ketika dihadapi bersama dengan kekuatan bersama maka tentu masalah itu akan teratasi. Agaknya hal ini tidak berlaku bagi Persibo. Jika pemkab bersedia turut campur tangan, tentu tidak akan seperti ini jadinya.
Kata mereka yang mencintai Laskar Angling Dharma, “Mbiyen pas juara Piala Indonesia wae digawe banner gedhene sak gajah dinggo kampanye, lha saiki kondisine koyo ngene malah ora diopeni.”
Tapi, semangat itu belum padam, kobaran semangat supporter Persibo yang kini sudah menjelma sebagai Curva Nord 1949 X Persibo itu belum padam. Kecintaan mereka pada tim kesayangannya melahirkan semangat untuk tetap memperjuangkan nasib Persibo agar tetap hidup. Mereka percaya, perjuangan mereka akan berbuah manis. Mereka percaya, tim kesayangannya itu akan kembali meledak-ledak seperti tahun-tahun yang lalu, sebutan the giant killer akan kembali tersemat pada serdadu oranye kebanggan mereka.
Kenyataannya Persibo kini memang sedang mati. Tapi dengan perjuangan kita bersama niscaya Persibo akan kembali. Lawan mafia PSSI! Sebarkan propaganda ke media! Berteriaklah dengan lantang ke telinga pejabat pemkab! Atau setidaknya tetaplah mengumandangkan doa agar klub tercinta ini akan kembali berjaya seperti dulu. Percaya lah, Gusti Allah mboten sare.

Mari berjuang kawan, Persibo tak akan pernah mati!

Komentar