Barangkali sudah menjadi budaya bahwa
malam 1 suro adalah kode bagi para pecinta ketinggian untuk berbondong-bondong menuju
puncak gunung. Malam 1 suro dianggap sebagai sebuah momen sakral untuk berusaha lebih mendekatkan diri
kepada Sang Pencipta alam semesta. Bagi mereka yang paham ilmu kejawen, malam 1 suro adalah momen wajib
yang harus diisi dengan kegiatan berbau spiritual. Kesempatan inipun tentu juga
tidak akan saya lewatkan, terlebih saat ini mencari waktu luang adalah momen
yang cukup langka mengingat saat ini saya sudah berada di iklim perusahaan, sudah
tidak mahasiswa lagi, faaaaaakkk. Dan target pendakian saya kali ini adalah
salah satu gunung yang sudah begitu lama saya impikan, bertahun-tahun hidup di
perantauan di Jogja tak juga bisa menyempatkan waktu mencoba track gunung yang
terkenal panas ini. Gunung bertipe stratovolcano di perbatasan
Temanggung-Wonosobo. Benar, tak lain dan tak bukan dialah Gunung Sindoro.
Jum’at 24 oktober 2014 pukul
17.30 berangkat lah saya menuju basecamp pendakian gunung kembaran dari Gunung
Sumbing tersebut. Setelah melalui perjalanan melelahkan melewati jalur
Kendal-Boja-Sumowono-Pringsurat-Temanggung-Parakan sampai dengan Kledung, maka
tepat pukul 20.30 sampailah saya di Basecamp Pendakian Gunung Sindoro via
Kledung. Disana sudah menunggu 2 orang rekan pendakian saya kali ini yang
berasal dari Jogja, yaitu Fikri dan Rohman. Tim kami hanya beranggotakan 3
orang. Dan benar saja, suasana basecamp saat itu sangat ramai, basecamp penuh
dengan motor hingga parkiran overload sampai keluar. Tepat seperti apa yang
saya perkirakan.
Penampakan basecamp
Seperti biasa, kami mengurus
perijinan terlebih dahulu sesuai dengan prosedur yang ditetapkan, demi keamanan
dan kenyamanan pendakian nantinya. Tak lupa kami bersujud dihadapan Allah SWT
terlebih dahulu, dilanjutkan ritual mengisi perut, dan tentu saja re-packing.
Setelah segalanya siap, diawali dengan berdoa, maka pukul 22.00 dimulailah
pendakian ini. Biaya registrasi Rp. 5.000,-/orang, parkir motor Rp.
5.000,-/motor, dan makan Rp. 9.000,-/porsi. Sebenarnya ada jasa ojek dengan
biaya Rp. 15.000,- sampai Pos 1, namun karena ingin merasakan pendakian secara
utuh maka kami tetap memutuskan untuk berjalan kaki. Ah, sebut saja pendaki kere.
Track awal yang kami lalui adalah
jalan perkampungan. Sekitar 5 menit berjalan kami sampai dirumah terakhir dari
perkampungan. Selepas rumah terakhir tersebut track bebatuan ditengah
perladangan yang membentang luas dihadapan menyambut kami, persis dengan track
awal di Sumbing. Seperti track pendakian pada umumnya, perladangan penduduk
menjadi pemandangan pertama yang ditemui. Track tergolong masih cukup landai.
Sembari menyesuaiakan diri dan mengatur tempo nafas, kami mengobrol diselingi
candaan untuk mencairkan suasana, dengan tetap menjunjung tinggi etika dialam
bebas. Track masih bebatuan yang cukup landai, sampai 1 jam perjalanan tepatnya
pada pukul 23.00 sampailah kami di Pos 1. Check point pertama pada pendakian
kali ini. Pos 1 juga merupakan batas antara perladangan penduduk dengan hutan.
Pos 1
Track bebatuan ditengah perladangan
Setelah Pos 1 track mulai berubah
menjadi jalan tanah yang sedikit menanjak. Vegetasi hutan sudah mulai berada di
kanan-kiri, pertanda feel pendakian
mulai terasa. Track antara Pos 1 menuju Pos 2 mulai sedikit menanjak dengan
beberapa kali ditemui bonus. Sampai kami melewati jembatan kecil yang terbuat
dari kayu, maka pukul 00.15 sampailah kami di Pos 2. Di Pos 1 maupun Pos 2
sudah terdapat bangunan semi permanen.
Pos 2
Selepas Pos 2 track sudah mulai
berubah menjadi cukup, atau bahkan sangat menanjak. Sama sekali tidak ada
bonus. Sekitar 45 menit berjalan vegetasi mulai berubah menjadi tipikal
vegetasi dataran tinggi, dimana pepohonan tidak lagi ada, digantikan dengan
alang-alang dan hutan lamtoro. Setelah cukup lama berjalan sampailah kami di
Pos 3 pada pukul 02.00 dini hari. Pos 3 merupakan camping ground terluas di jalur
pendakian Gunung Sindoro via Kledung, disini barangkali dapat menampung sampai
belasan tenda. Karena memang sedari awal target kami mendirikan camp disini,
maka kami memutuskan untuk mendirikan disini pula. Sebab kondisi fisik juga
sudah sangat tidak memungkinkan.
Tenda berdiri, perut terisi, dan
segera saja kami bergumul dengan sleeping bag masing-masing, mencharge energi
untuk persiapan summit attack esok pagi. Alarm set pukul 05.00. suasana malam
itu cukup dingin, untung saja disebelah tenda kami ada pendaki yang membuat
perapian, not bad lah.
Pos 3
Pukul 05.30 pagi segalanya telah
siap. Sebotol air, snack, dan kamera menjadi senjata saya pagi itu. Diawali
dengan berdoa, summit attack pun dimulai.
Track pasca Pos 3 benar-benar
jackpot, menanjak curam tanpa ampun. Sejauh mata memandang hanya ada tanjakan
curam dihadapan, benar-benar menguji mental. Barangkali dengan kemiringan 45˚
atau bahkan lebih. Track berupa tanah berbatu yang tersusun kurang rapi. Oleh
sebab musim kemarau, maka banyak sekali debu beterbangan yang sangat mengganggu
pernapasan. Sangat disarankan menggunakan masker. Setelah kurang lebih 2 jam
melahap tanjakan curam tanpa jackpot sampailah kami di Pos 4, Watu Tatah. Pos
ini berupa susunan batu yang sangat rapi, seakan disusun menggunakan tatah oleh
seseorang. Antara Pos 3 sampai Watu Tatah terdapat beberapa spot yang dapat
digunakan untuk mendirikan tenda, namun di tiap spot hanya cukup 1 sampai 2
tenda saja.
Pos 4 Watu Tatah
Selfie dulu...
Ada yang gak setuju kalau
pemandangan ini keren?
Perjalanan dilanjutkan. Track
masih sama berupa tanah berbatu dengan tanjakan curam. Selepas Watu Tatah sudah
bisa dirasakan bahwa kami sudah semakin dekat dengan puncak. Hal ini dapat
dilihat dari tipikal vegetasi yang ada. Yap, di kanan kiri kami membentang luas
bunga edelweiss. Bunga abadi yang begitu cantik, menyegarkan mata,
menghilangkan penat seketika. Dan benar saja, pukul 08.30 sampailah kami di
Padang Edelweiss. Tempat ini merupakan check point terakhir sebelum Puncak
Sindoro. Konon padang edelweiss di Sindoro merupakan yang terluas diantara
gunung-gunung di Jawa Tengah lainnya. Dilihat boleh, dipetik jangan.
Padang Edelweiss
Sebab sadar bahwa puncak tinggal
sedikit lagi, kami seakan mendapatkan suntikan energi yang entah darimana
asalnya. Langkah kaki semakin cepat, ekspresi wajah yang sebelumnya pucat pasi
menjadi sedikit terselip senyuman. Puncak sudah semakin dekat!
Dan benar saja, setengah jam
kemudian sampailah kami di ujung perjalanan ini. Tepat pukul 09.00 sampailah
kami di tempat yang entah telah berapa tahun saya impikan. Tempat dimana saya
ingin menjejakkan kedua kaki ini dan mengucap syukur kepadaNya. Puncak Sindoro!
Puncak Sindoro
Kawah Sindoro
Segala kepenatan terbayar sudah
begitu sampai disini. Puncak Sindoro tipikalnya kurang lebih sama dengan Merapi
atau Slamet, yang mana merupakan bibir kawah. Namun disini bibir kawahnya cukup
luas, bisa untuk untuk jungkir balik ataupun salto. Perlu diketahui bahwa Kawah
Sindoro masih aktif, jadi disarankan untuk berada di puncak hanya pada jam
antara jam 07.00-12.00. Selain pada jam tersebut sangat tidak disarankan.
Secara keseluruhan track pendakian Gunung Sindoro via Kledung tergolong lumayan, yaitu menanjak dan jarang bonus. Ditambah dengan banyaknya
puncak bayangan yang entah berapa banyaknya sering mematahkan hati para pendaki pemburu puncak. Waktu
tempuh dari basecamp sampai puncak kurang lebih 8 jam perjalanan, dengan Pos 3
merupakan setengah perjalanan serta camping ground paling ideal. Tapi terlepas
dari itu, semua perjuangan akan terbayar dengan view di puncak. Sumbing tampak
gagah dihadapan, Merapi-Merbabu menjulang di kejauhan selalu setia berdampingan
bak pasangan sejoli, serta Ungaran nampak dengan puncaknya yang memanjang. Bagi
sobat petualang yang belum pernah mencoba track gunung ini sangat saya sarankan
untuk mencoba suatu saat nanti.
Semoga bermanfaat, sampai bertemu
di catatan perjalanan selanjutnya :)
Salam Lestari.
Komentar
Posting Komentar